Suku Asli ( Akit ) Selat baru
Pandanganku masih juga tertuju ke langit sebelah barat, putih kemerahan dengan awan yang terbentuk seperti gelombang besar begitu indah sementara matahari terus mengintip di balik daun bakau yang terus menari ditiup angin.
Perhatiaku terus tertuju ke seorang Laki-laki Akit bernama “ Lebe “ sebuah nama yang cukup dikenal dan disegani dalam kelompok suku Asli Akit ( suku Hutan ) yang mendiami tepian sungai liong selat baru Kec.bantan Kab.Bengkalis, Lebe sehari-hari bekerja sebagi pencari kayu teki ( kayu teki adalah kayu bakau kecil yang berukuran 3 inci dan panjang sekitar 2 meteran ) bakau tumbuh subur ditepian sungai liong dan merupakan sumber ekonomi paforit untuk suku Asli Akit ini.
Lebe yang mewarisi pekerjaan ini sejak kecil, walaupun pekerjaannya hanya cukup untuk menghidupi keluarga dia tidak pernah menyesal, untuk menandai suku Asli akit disini tidak terlalu susah, biasanya mereka baik bekerja atau dirumah jarang mamakai baju dan alas kaki itu sudah menjadi kebisaan mereka memiliki kulit hitam gelap ( sedikit beda dengan suku akit dari Pulau Rupat ), Lebe mempunyai seorang istri dan empat orang anak, sehari-hari Lebe mendiami rumah panggung yang terbuat dari kulit kayu kerukuran tiga kali tiga meter tanpa sekat dan baratap daun rumbia, kalau malam tiba biasanya rumah Lebe di terangi dengan lampu teplok, Lebe Malam ini sambil merokok gudang garam merah yang dihisapnya dalam-dalam sedang menunggu istrinya menyiapkan makan malam, menu hari ini adalah asam pedas ikan blukang sambal terasi dan ulam pucuk daun tenggek burung yang merupakan menu paforit Lebe.
Lebe sudah begitu lama mendiami tepian sungai liong, entah sudah berapa keturunan mereka hidup disini, menurut cerita orang tua Lebe yang merupan batin dikelompok Suku “ Asli “ akit, Lebe adalah campuran Cina dan melayu yang berasal dari suku kit di Asia belakang yang sudah migran ratusan tahun yang lalu.
Umumnya Suku “ Asli “ akit bekerja sebagai nelayan, berburu dan mencari kayu di hutan, senjata Suku “ Asli “ akit biasanya tombak panjang ( disini sering disebut kojor ) untuk berburu babi, ada juga sumpit tapi sekarang jarang di pakai, sedangkan agama yang dianut adalah campuran islam dan kong hucu yaitu memuja roh nenek moyang dan mempercayai adanya tuhan, sedangkan garis keturunan nya cendrung patrilineal isti-istri setelah menikah langsung dibawa suami mereka kerumah yang telah disiapkan jauh sebelum menikah.
Anak-anak Suku “ Asli “ akit jarang yang menamatkan sekolah biasanya sudah pandai baca tulis diakan berhenti dan membantu orangtua karna disamping tidak adanya biaya sekolah mereka berprinsip sekolah tinggi juga tidak menjamin mereka dapat bekerja baik dan dapat merubah ekonomi mereka.
untuk makan sehari-hari saja kami susah," kata Itoi (24), perempuan pencari kayu bakar ini sedang Membelah kayu bakau dengan kapak kecil sambil menggedong anaknya, kebiasaan makan sirih juga tidak pernah hilang untuk suku Asli Akit disini, ia bekerja untuk membantu ekonomi keluarga, biasanya Itoi dapat menjual kayu yang sudah siap diikat ke tengkulak yang tiap hari menjemput ke rumah-rumah dengan harga seribu rupiah perikat, dalam satu ikat biasanya sepuluh batang ukuran setengan meter, setidakya dalam satu hari ia bias membatu tujuh ribuan, mungkin baut orang kota ini adalah upilnya tapi untuk Itoi ini adalah hasil kerja kerasnya.
Kelelahan Itoi begitu terlihat kalau dibanding guratan kerput di wajahnya pasti orang menebak umurnya sudah lebih dari tiga pulih lima tahun, ia memang sedang bingung Salah seorang anaknya, Pul (8), yang seharusnya masuk sekolah tahun kemaren belum juga dapat di sekolah kannya, karna terbentur biaya, memang sekolah gratis tapi untuk seragam dan bubu-buku Itoi sangat kewalahan, apalagi jarak sekolah lebih kurang 10 Km harus jalan kaki karna sepedapun ia tak punya, pemerintahpun sampai sekarang belum pernah memberikan Itoi dana BLT.
Harapan yang besar kini masih jadi angan-angan Itoi “ yang kelak “ Pul “ anak laki-laki Sulungnya bisa mengubah nasib keluarga dan memberi masa depan yang lebih baik. " Tapi, mau bagaimana lagi? Pendapatan dari suami dan Itoi hanya cukup untuk kebutuhan harian, bahkan ia harus sering mengutang diwarung kalau musim hujan tiba, Kami sekeluarga makan seadanya Tapi, lebih sering makan nasi dengan sambal terasi . Ya, untung masih bisa makan nasi," tuturnya lagi ( itu merupakan potret Suku “ Asli “ akit di selat baru Kec.bantan Bengkalis.
Sebuah keindahan yang muncul disini jika malam sudah menjelang pohon bakau akan di penuhi dengan lampu kelip dari kunang-kunang yang jumlahnya ribuan, hidup dan matinya bersamaan sehingga membentuk seperti pohon natal menjadi pemandangan yang fantastik.
Dan jika malam minggu mereka suka mengadakan acara “ Joget dangdut “ anak-anak perempuan yang sudah dewasa berjoget ria diiringi musik dangdut, dengan sedikit senggol sana sini bagi yang berminat harus mengeluarkan dua ribu rupiah untuk satu lagu, biasanya gadis-gadis akit berbaris berjejer lima sampai tujuh orangan begitu juga pasangan jogetnya.
Satu dari sisi lain kehidupan Suku “ Asli “ akit yang terus menggapai cita-cita untuk mendapatkan kesetaraan, maju terus ....Suku “ Asli “ akit di selatbaru Kec.bantan Kab. Bengkalis.
Perhatiaku terus tertuju ke seorang Laki-laki Akit bernama “ Lebe “ sebuah nama yang cukup dikenal dan disegani dalam kelompok suku Asli Akit ( suku Hutan ) yang mendiami tepian sungai liong selat baru Kec.bantan Kab.Bengkalis, Lebe sehari-hari bekerja sebagi pencari kayu teki ( kayu teki adalah kayu bakau kecil yang berukuran 3 inci dan panjang sekitar 2 meteran ) bakau tumbuh subur ditepian sungai liong dan merupakan sumber ekonomi paforit untuk suku Asli Akit ini.
Lebe yang mewarisi pekerjaan ini sejak kecil, walaupun pekerjaannya hanya cukup untuk menghidupi keluarga dia tidak pernah menyesal, untuk menandai suku Asli akit disini tidak terlalu susah, biasanya mereka baik bekerja atau dirumah jarang mamakai baju dan alas kaki itu sudah menjadi kebisaan mereka memiliki kulit hitam gelap ( sedikit beda dengan suku akit dari Pulau Rupat ), Lebe mempunyai seorang istri dan empat orang anak, sehari-hari Lebe mendiami rumah panggung yang terbuat dari kulit kayu kerukuran tiga kali tiga meter tanpa sekat dan baratap daun rumbia, kalau malam tiba biasanya rumah Lebe di terangi dengan lampu teplok, Lebe Malam ini sambil merokok gudang garam merah yang dihisapnya dalam-dalam sedang menunggu istrinya menyiapkan makan malam, menu hari ini adalah asam pedas ikan blukang sambal terasi dan ulam pucuk daun tenggek burung yang merupakan menu paforit Lebe.
Lebe sudah begitu lama mendiami tepian sungai liong, entah sudah berapa keturunan mereka hidup disini, menurut cerita orang tua Lebe yang merupan batin dikelompok Suku “ Asli “ akit, Lebe adalah campuran Cina dan melayu yang berasal dari suku kit di Asia belakang yang sudah migran ratusan tahun yang lalu.
Umumnya Suku “ Asli “ akit bekerja sebagai nelayan, berburu dan mencari kayu di hutan, senjata Suku “ Asli “ akit biasanya tombak panjang ( disini sering disebut kojor ) untuk berburu babi, ada juga sumpit tapi sekarang jarang di pakai, sedangkan agama yang dianut adalah campuran islam dan kong hucu yaitu memuja roh nenek moyang dan mempercayai adanya tuhan, sedangkan garis keturunan nya cendrung patrilineal isti-istri setelah menikah langsung dibawa suami mereka kerumah yang telah disiapkan jauh sebelum menikah.
Anak-anak Suku “ Asli “ akit jarang yang menamatkan sekolah biasanya sudah pandai baca tulis diakan berhenti dan membantu orangtua karna disamping tidak adanya biaya sekolah mereka berprinsip sekolah tinggi juga tidak menjamin mereka dapat bekerja baik dan dapat merubah ekonomi mereka.
untuk makan sehari-hari saja kami susah," kata Itoi (24), perempuan pencari kayu bakar ini sedang Membelah kayu bakau dengan kapak kecil sambil menggedong anaknya, kebiasaan makan sirih juga tidak pernah hilang untuk suku Asli Akit disini, ia bekerja untuk membantu ekonomi keluarga, biasanya Itoi dapat menjual kayu yang sudah siap diikat ke tengkulak yang tiap hari menjemput ke rumah-rumah dengan harga seribu rupiah perikat, dalam satu ikat biasanya sepuluh batang ukuran setengan meter, setidakya dalam satu hari ia bias membatu tujuh ribuan, mungkin baut orang kota ini adalah upilnya tapi untuk Itoi ini adalah hasil kerja kerasnya.
Kelelahan Itoi begitu terlihat kalau dibanding guratan kerput di wajahnya pasti orang menebak umurnya sudah lebih dari tiga pulih lima tahun, ia memang sedang bingung Salah seorang anaknya, Pul (8), yang seharusnya masuk sekolah tahun kemaren belum juga dapat di sekolah kannya, karna terbentur biaya, memang sekolah gratis tapi untuk seragam dan bubu-buku Itoi sangat kewalahan, apalagi jarak sekolah lebih kurang 10 Km harus jalan kaki karna sepedapun ia tak punya, pemerintahpun sampai sekarang belum pernah memberikan Itoi dana BLT.
Harapan yang besar kini masih jadi angan-angan Itoi “ yang kelak “ Pul “ anak laki-laki Sulungnya bisa mengubah nasib keluarga dan memberi masa depan yang lebih baik. " Tapi, mau bagaimana lagi? Pendapatan dari suami dan Itoi hanya cukup untuk kebutuhan harian, bahkan ia harus sering mengutang diwarung kalau musim hujan tiba, Kami sekeluarga makan seadanya Tapi, lebih sering makan nasi dengan sambal terasi . Ya, untung masih bisa makan nasi," tuturnya lagi ( itu merupakan potret Suku “ Asli “ akit di selat baru Kec.bantan Bengkalis.
Sebuah keindahan yang muncul disini jika malam sudah menjelang pohon bakau akan di penuhi dengan lampu kelip dari kunang-kunang yang jumlahnya ribuan, hidup dan matinya bersamaan sehingga membentuk seperti pohon natal menjadi pemandangan yang fantastik.
Dan jika malam minggu mereka suka mengadakan acara “ Joget dangdut “ anak-anak perempuan yang sudah dewasa berjoget ria diiringi musik dangdut, dengan sedikit senggol sana sini bagi yang berminat harus mengeluarkan dua ribu rupiah untuk satu lagu, biasanya gadis-gadis akit berbaris berjejer lima sampai tujuh orangan begitu juga pasangan jogetnya.
Satu dari sisi lain kehidupan Suku “ Asli “ akit yang terus menggapai cita-cita untuk mendapatkan kesetaraan, maju terus ....Suku “ Asli “ akit di selatbaru Kec.bantan Kab. Bengkalis.
1 Comments:
Sungai Liong...
sering sekali ku lewati di era 2000 - 2003....
Ingat kilau air coklat terbasuh matahari senja....
Indah sekali
Sungai liong
Pingin lihat joget juga...
wah
Posting Komentar
<< Home